JAKARTA - Di tengah derasnya pengaruh kuliner global, Indonesia tetap punya cara mempertahankan identitas melalui makanan tradisional. Salah satu contohnya adalah seblak, sajian khas Bandung yang berhasil melampaui batas daerah asalnya dan kini dikenal luas di berbagai penjuru negeri hingga mancanegara.
Seblak yang dulunya dianggap sekadar camilan rumahan kini telah berevolusi menjadi fenomena kuliner modern. Cita rasa pedas dan gurih, ditambah tekstur unik dari kerupuk yang direbus dengan bumbu kencur dan cabai, membuat hidangan ini menancapkan posisi kuat di hati para pecinta makanan pedas.
Ciri Khas yang Tak Tergantikan
Seblak berbahan dasar kerupuk yang dimasak bersama bumbu khas, seperti kencur, bawang putih, cabai, dan berbagai rempah Nusantara. Keistimewaan seblak terletak pada fleksibilitasnya: bisa dipadukan dengan telur, bakso, sosis, sayuran, makaroni, mie, hingga ceker ayam.
Nama "seblak" sendiri diyakini berasal dari bahasa Sunda yang berarti "mengagetkan," merujuk pada sensasi pedas yang seolah langsung menyerang lidah. Hidangan ini diperkirakan berasal dari Soreang, Kabupaten Bandung, dan awalnya hanya berupa kerupuk basah yang diolah dengan bumbu sederhana.
Inovasi yang Mengikuti Zaman
Perjalanan panjang seblak menunjukkan bagaimana sebuah makanan tradisional mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Jika dahulu hanya disajikan di rumah sebagai camilan, kini seblak sudah menjadi menu yang dijajakan di restoran, kafe, hingga kaki lima.
Variasinya pun terus bertambah: ada seblak kuah, seblak kering, hingga versi modern dengan tambahan topping premium seperti seafood dan keju mozarella. Ragam kreasi ini memperluas pasar, menjadikannya hidangan yang tidak hanya digemari kalangan muda, tetapi juga menarik perhatian konsumen internasional.
Peran Media Sosial dalam Popularitas
Tak bisa dipungkiri, lonjakan popularitas seblak banyak dipicu oleh media sosial. TikTok, Instagram, hingga YouTube dipenuhi konten cara memasak seblak dengan gaya kreatif dan tantangan unik. Salah satu tren yang viral adalah “tantangan seblak super pedas” yang membuat hidangan ini semakin diminati oleh anak muda.
Menurut data Google Trends, pencarian kata “seblak” meningkat pesat sejak 2020, terutama di masa pandemi. Banyak orang mencoba membuatnya sendiri di rumah, yang akhirnya melahirkan peluang usaha baru di sektor kuliner.
Seblak Sebagai Peluang UMKM
Popularitas seblak dimanfaatkan oleh banyak pelaku UMKM untuk mengembangkan usaha. Contohnya, Tia Lestari (28), pemilik usaha “Seblak Mamake” di Antapani, Bandung. Dari sekadar menjual ke tetangga, bisnisnya berkembang menjadi gerai dengan omzet jutaan rupiah per bulan.
“Awalnya cuma coba-coba jual ke tetangga. Ternyata banyak yang suka. Akhirnya saya seriusin. Sekarang malah bisa buka lapangan kerja buat orang lain,” kata Tia dengan bangga.
Cerita seperti ini menunjukkan bahwa makanan tradisional tidak hanya berfungsi sebagai warisan budaya, tetapi juga sebagai penggerak ekonomi masyarakat.
Merambah Pasar Global
Seblak kini tidak lagi eksklusif untuk konsumen lokal. Produk seblak instan dalam bentuk frozen food atau kemasan siap saji mulai diekspor ke negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, hingga Taiwan. Kehadiran seblak instan di e-commerce maupun toko retail modern memperluas akses bagi konsumen internasional yang ingin merasakan kelezatan kuliner Indonesia.
Dengan pengemasan dan strategi pemasaran yang tepat, seblak berpotensi mengikuti jejak rendang dan mie instan yang sudah lebih dulu mendunia.
Tantangan yang Harus Dihadapi
Meski tren positif terus berkembang, seblak juga menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah menjaga kualitas rasa dan kebersihan, mengingat permintaan yang semakin meningkat. Konsistensi cita rasa menjadi kunci agar seblak tetap diminati.
Selain itu, kadar pedas yang tinggi kerap menimbulkan kekhawatiran kesehatan. Bagi sebagian orang, terutama yang memiliki gangguan lambung, seblak bisa menimbulkan efek tidak nyaman.
Ahli gizi, dr. Rina Marlina, menegaskan pentingnya konsumsi seblak secara bijak.
“Seblak enak dan menggugah selera, tapi jika dikonsumsi berlebihan, apalagi yang terlalu pedas, bisa memicu masalah pencernaan. Sebaiknya imbangi dengan makanan lain yang bergizi,” ujarnya.
Ikon Kuliner Indonesia yang Membanggakan
Seblak kini tak hanya identik dengan Bandung, melainkan sudah menjadi simbol kreativitas kuliner Indonesia. Keberhasilannya menembus pasar modern dan internasional memperlihatkan bahwa makanan tradisional masih bisa relevan di tengah gempuran kuliner global.
Dari dapur sederhana di rumah-rumah masyarakat hingga menjadi menu populer di kafe, seblak membuktikan bahwa inovasi dan promosi digital mampu mengangkat potensi kuliner lokal.
Warisan yang Bertransformasi
Seblak adalah contoh nyata bagaimana sebuah makanan tradisional mampu bertahan sekaligus bertransformasi. Dengan dukungan pelaku usaha, promosi media sosial, dan strategi ekspor yang lebih matang, seblak berpeluang menjadi ikon kuliner global berikutnya.
Ia bukan sekadar makanan pedas, melainkan representasi kreativitas dan adaptasi budaya yang terus hidup di era modern. Dari warung kaki lima hingga pasar ekspor, seblak menegaskan bahwa kuliner Indonesia punya daya saing besar di panggung internasional.