JAKARTA - Kementerian Perdagangan mencatat harga referensi (HR) biji kakao mengalami penurunan signifikan akibat peningkatan suplai di pasar global.
HR biji kakao untuk periode November 2025 ditetapkan sebesar 6.374,80 dolar AS per metrik ton, turun 14,53 persen dari bulan sebelumnya yang mencatat 7.458,83 dolar AS per metrik ton.
Penurunan ini sejalan dengan membaiknya kondisi produksi di negara produsen utama, terutama Pantai Gading, di mana curah hujan yang memadai mendukung kualitas dan volume panen kakao meningkat.
Dampak dari penurunan HR ini langsung dirasakan pada harga patokan ekspor (HPE) biji kakao yang kini berada di angka 5.990 dolar AS per metrik ton, turun sekitar 15 persen dari periode sebelumnya. Kondisi ini menjadi sinyal bagi pelaku industri dan eksportir untuk menyesuaikan strategi penjualan dan ekspor.
Faktor Suplai dan Produksi Global
Tommy Andana, Plt Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag, menekankan bahwa peningkatan suplai menjadi faktor utama penurunan harga kakao. Produksi yang lebih tinggi di negara penghasil kakao utama meningkatkan ketersediaan biji kakao di pasar internasional.
Dengan adanya peningkatan suplai, harga pun secara alami mengalami penyesuaian agar tetap kompetitif. Selain Pantai Gading, negara produsen kakao lain juga melaporkan hasil panen yang membaik, memperkuat tren penurunan harga.
Sementara itu, pemerintah tetap mengawasi pergerakan harga agar stabil, termasuk menetapkan pungutan ekspor (PE) biji kakao periode November sebesar 7,5 persen sesuai regulasi yang berlaku. Hal ini diharapkan menjaga keseimbangan antara kepentingan produsen lokal dan daya saing ekspor Indonesia di pasar global.
Dampak pada Komoditas Lain
Selain biji kakao, Kemendag juga meninjau harga patokan ekspor untuk komoditas lain, termasuk produk kulit, kayu, dan getah pinus. Untuk periode November 2025, HPE produk tersebut tidak mengalami perubahan dibanding bulan sebelumnya, sehingga memberikan kepastian bagi eksportir.
Penetapan HR dan HPE ini diatur dalam Kepmendag Nomor 2139 Tahun 2025, yang juga memuat tarif layanan Badan Layanan Umum dan besaran beban kenaikan. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerintah menjaga stabilitas perdagangan komoditas strategis dengan tetap memperhatikan fluktuasi pasar global.
Hal ini diharapkan membantu produsen dan eksportir untuk mengelola risiko harga sambil tetap memaksimalkan potensi ekspor.
Strategi dan Proyeksi Pasar
Dengan tren kenaikan suplai biji kakao global, pemerintah menekankan perlunya strategi adaptif bagi eksportir. Penurunan HR dan HPE diharapkan tidak mengurangi minat ekspor Indonesia, melainkan memacu efisiensi dan kualitas produk agar tetap diminati di pasar internasional.
Penguatan koordinasi antara produsen, eksportir, dan otoritas perdagangan menjadi kunci menjaga stabilitas pasar. Selain itu, pemantauan produksi di negara penghasil utama akan terus dilakukan untuk mengantisipasi perubahan harga yang mendadak.
Para pelaku usaha di sektor ini didorong untuk memanfaatkan momen penurunan harga sebagai kesempatan meningkatkan volume ekspor dan memperluas jaringan pasar, sehingga kontribusi terhadap penerimaan devisa tetap optimal.