BPS Laporkan Inflasi Oktober 2025

BPS Laporkan Inflasi Oktober 2025, Banten Catat Kenaikan Tertinggi Nasional

BPS Laporkan Inflasi Oktober 2025, Banten Catat Kenaikan Tertinggi Nasional
BPS Laporkan Inflasi Oktober 2025, Banten Catat Kenaikan Tertinggi Nasional

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indeks Harga Konsumen (IHK) nasional menunjukkan inflasi sebesar 0,28% month to month (MtM) pada Oktober 2025.

Angka ini menandai kenaikan dari 108,74 pada September 2025 menjadi 109,0 pada Oktober 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa dari 38 provinsi di Indonesia, sebanyak 28 provinsi mengalami inflasi, sementara 12 provinsi mencatat deflasi. 

Inflasi tertinggi terjadi di Banten sebesar 0,57%, sedangkan deflasi terdalam tercatat di Papua Pegunungan sebesar 0,92%.

Fenomena inflasi dan deflasi yang berbeda antarwilayah menunjukkan dinamika harga yang bervariasi di berbagai daerah. 

Pudji menekankan pentingnya masyarakat untuk memahami bahwa inflasi tidak selalu berdampak negatif, karena sebagian inflasi bisa dipicu oleh peningkatan permintaan dan konsumsi yang sehat. Namun, inflasi yang tinggi perlu diwaspadai agar tidak mengganggu daya beli masyarakat.

Inflasi Berdasarkan Wilayah

BPS membagi pengamatan inflasi menurut wilayah geografis. Di Sumatera, inflasi tertinggi terjadi di Kepulauan Bangka Belitung sebesar 0,49%, sementara deflasi terdalam tercatat di Sumatera Utara sebesar 0,20%. 

Kalimantan mencatat inflasi tertinggi di Kalimantan Tengah sebesar 0,52%, dan inflasi terendah di Kalimantan Timur hanya 0,01%.

Di Sulawesi, Sulawesi Utara mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,12%, sedangkan deflasi terdalam terjadi di Sulawesi Tenggara sebesar 0,58%. Jawa mengalami inflasi tertinggi di Banten sebesar 0,57%, sementara Jawa Timur mencatat inflasi terendah sebesar 0,30%. 

Di Bali dan Nusa Tenggara, Nusa Tenggara Barat mencatat inflasi tertinggi 0,35%, dan deflasi terdalam di Nusa Tenggara Timur sebesar 0,04%.

Di Maluku dan Papua, Papua Tengah menjadi wilayah dengan inflasi tertinggi 0,32%, sedangkan Papua Pegunungan mengalami deflasi terdalam sebesar 0,92%. Data ini memberikan gambaran pergerakan harga yang beragam di setiap provinsi dan menjadi perhatian penting bagi pengambilan kebijakan ekonomi daerah.

Faktor Pendorong Inflasi dan Deflasi

Menurut BPS, perbedaan inflasi dan deflasi di setiap provinsi disebabkan oleh pergerakan harga komoditas pokok, perubahan harga transportasi, dan faktor musiman tertentu. 

Inflasi di Banten, misalnya, dipicu oleh kenaikan harga bahan makanan dan transportasi. Sementara deflasi di Papua Pegunungan banyak dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas lokal dan akses logistik yang terbatas.

Selain itu, BPS mencatat peran beras dalam memberikan kontribusi deflasi pada beberapa provinsi. Harga beras yang stabil atau menurun di daerah tertentu membantu menahan laju inflasi nasional. 

Hal ini menunjukkan interaksi kompleks antara permintaan dan pasokan barang kebutuhan pokok yang memengaruhi tingkat inflasi di tingkat provinsi.

Implikasi Bagi Kebijakan Ekonomi

Data inflasi dan deflasi yang disajikan BPS menjadi acuan bagi pemerintah dalam menetapkan kebijakan moneter, fiskal, dan perlindungan daya beli masyarakat. 

Inflasi yang terkendali dapat mendorong pertumbuhan ekonomi tanpa mengurangi daya beli, sementara deflasi yang ekstrem dapat menandakan lemahnya permintaan dan menurunnya kegiatan ekonomi.

Pemerintah daerah dan pusat perlu memantau perkembangan inflasi dan deflasi agar dapat menyesuaikan kebijakan harga, distribusi bahan pokok, serta program bantuan sosial. 

Kesadaran masyarakat juga menjadi faktor penting agar dapat merespons perubahan harga dengan bijak, misalnya melalui perencanaan konsumsi dan pengelolaan keuangan rumah tangga.

Dengan pemantauan ketat oleh BPS dan kebijakan ekonomi yang adaptif, masyarakat dan pemerintah dapat menjaga stabilitas harga, sehingga inflasi tetap berada dalam kisaran yang sehat dan deflasi tidak mengganggu pertumbuhan ekonomi lokal maupun nasional.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index