Purbaya Tegaskan Pemerintah Jaga Stabilitas Iuran BPJS Kesehatan Nasional

Jumat, 24 Oktober 2025 | 09:46:47 WIB
Purbaya Tegaskan Pemerintah Jaga Stabilitas Iuran BPJS Kesehatan Nasional

JAKARTA - Kondisi ekonomi nasional yang belum sepenuhnya pulih membuat pemerintah memutuskan untuk menahan kenaikan iuran BPJS Kesehatan hingga pertengahan tahun 2026. 

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan bahwa langkah ini diambil agar masyarakat tidak terbebani di tengah situasi ekonomi yang masih dalam tahap pemulihan.

Ia menegaskan, meskipun ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 mencatat pertumbuhan sebesar 5,12 persen, angka tersebut belum cukup kuat untuk menjadi dasar penyesuaian iuran. 

“Sampai tahun depan, paling tidak pertengahan 2026, iuran BPJS belum naik. Kalau mau otak-atik iuran, lihat ekonomi dulu, bagus atau tidak. Kalau belum, jangan dulu, kalau sudah baru,” ujarnya.

Purbaya menilai kebijakan menahan iuran ini sebagai langkah realistis untuk menjaga keseimbangan antara kebutuhan fiskal pemerintah dan kemampuan masyarakat.

Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya stabil, kebijakan ini diharapkan dapat melindungi daya beli masyarakat sekaligus menjaga keberlanjutan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Rincian Iuran BPJS Kesehatan Saat Ini

Besaran iuran BPJS Kesehatan masih mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Dalam ketentuan tersebut, terdapat tiga kelas kepesertaan dengan besaran iuran yang berbeda.

Untuk peserta Kelas I, iuran yang harus dibayarkan adalah Rp150 ribu per orang per bulan. Sementara Kelas II dikenakan Rp100 ribu per bulan, dan Kelas III sebesar Rp42 ribu, dengan ketentuan peserta hanya membayar Rp35 ribu, sedangkan sisanya Rp7 ribu disubsidi oleh pemerintah.

Struktur pembagian iuran ini dinilai masih relevan untuk menjaga keseimbangan antara kemandirian peserta dan dukungan negara. Pemerintah menilai, melalui skema subsidi pada kelas III, kelompok masyarakat berpenghasilan rendah tetap bisa memperoleh jaminan kesehatan tanpa harus terbebani oleh kenaikan biaya.

Kementerian Keuangan juga menegaskan bahwa mekanisme subsidi akan terus dievaluasi secara berkala, agar tetap tepat sasaran dan mampu menjaga keberlanjutan keuangan BPJS Kesehatan tanpa membebani peserta secara berlebihan.

Rencana Kenaikan Bertahap dalam RAPBN 2026

Meskipun belum akan dilakukan dalam waktu dekat, pemerintah melalui Buku II Nota Keuangan RAPBN 2026 telah menyusun rencana penyesuaian iuran BPJS Kesehatan secara bertahap. Penyesuaian tersebut akan dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi fiskal serta daya beli masyarakat.

Dalam dokumen tersebut dijelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan pendanaan antara tiga pilar utama dalam sistem JKN, yakni peserta, pemberi kerja, dan pemerintah. 

“Penyesuaian iuran dapat dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan daya beli masyarakat dan kondisi fiskal pemerintah,” tertulis dalam dokumen RAPBN 2026.

Selain itu, pemerintah juga menegaskan bahwa kenaikan iuran yang dilakukan secara bertahap bertujuan meminimalisir potensi gejolak sosial dan menjaga keberlanjutan program. Dengan cara ini, pemerintah berharap sistem jaminan kesehatan tetap berjalan efektif, adil, dan berkelanjutan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Kementerian Keuangan menilai bahwa kebijakan yang hati-hati ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memastikan setiap kebijakan fiskal tetap berpihak pada masyarakat, terutama mereka yang terdampak oleh kondisi ekonomi yang belum stabil.

Tantangan dan Arah Keberlanjutan Program JKN

Pemerintah juga mencatat bahwa kondisi keuangan Dana Jaminan Nasional Kesehatan (DJKN) hingga akhir 2025 masih tergolong stabil dan terkendali. Namun demikian, beberapa risiko tetap perlu diantisipasi, terutama yang berkaitan dengan penurunan jumlah peserta aktif dan tunggakan iuran.

Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah meningkatnya jumlah peserta nonaktif, terutama dari golongan Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU). Banyak dari kelompok ini yang berhenti membayar karena terdampak pemutusan hubungan kerja (PHK) dan melemahnya daya beli masyarakat.

Selain itu, pemerintah juga mengakui bahwa tingkat kepatuhan peserta dalam membayar iuran masih perlu ditingkatkan. Rendahnya kepatuhan ini berdampak langsung terhadap arus kas BPJS Kesehatan sebagai pengelola program JKN. 

“PHK massal dapat mengurangi jumlah peserta Pekerja Penerima Upah sehingga berpotensi meningkatkan peserta nonaktif,” tertulis dalam laporan tersebut.

Untuk menjaga keberlanjutan program, pemerintah akan memperkuat sistem monitoring dan penagihan iuran, serta memperluas cakupan peserta aktif. Dengan upaya ini, diharapkan BPJS Kesehatan dapat terus memberikan pelayanan optimal tanpa harus bergantung pada kebijakan kenaikan iuran dalam waktu dekat.

Terkini